Teladan Toleransi Rasulullah saw.
![]() |
Ilustrasi Rasulullah saw. |
ARRAHMAH.CO.ID - Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah (Q.S. al-Ahzab, 33: 21).
Ayat di atas dengan jelas menggambarkan sosok pribadi
Rasulullah. Rasul Muhammad Saw. merupakan pribadi hebat. Kehebatan beliau tidak
hanya dalam soal wacana, namun beliau juga senantisa mempraktikkan apa yang
disampaikan. Rasul senantisa sama antara kata dan laku. Rasulullah adalah
praktik baik dalam kesesuaian antara kata dan laku.
Sesuainya antara kata dan laku Rasul pun tertuang dalam
banyak kisah. Salah satu kisah masyhur yang dapat menjadi teladan dalam sikap
dan tindakan adalah saat Rasulullah Saw. setiap hari menyuapi perempuan tua
renta di pojok pasar Madinah.
Pelayanan Terbaik
Alkisah, seorang orang tua selalu sendiri di pojok pasar
Madinah. Datanglah seorang laki-laki yang senantiasa sabar menyuapi sang nenek.
Laki-laki itu dengan penuh kelembutan memberi makan dari gandung/roti terbaik
yang ia bawa. Tidak hanya itu, ia pun mengunyah roti tersebut, sehingga saat
nenek menelan tidak mendapat kesulitan.
Sang nenek pun mengucap terima kasih kepada laki-laki itu,
sembari berujar, “hai anak muda, janganlah engkau berteman dengan Muhammad. Dia
seorang pembohong dan pendusta.” Hampir setiap hari pesan itu terlontar dari
bibir tua sang nenek. Laki-laki itu pun masih tetap dengan sabar dan selalu
datang untuk memberikan pelayanan terbaik kepada seorang Yahudi itu.
Tibalah sebuah masa, di saat ia tidak dapat memberikan
pelayanan itu, karena Sang Khalik telah memanggilnya. Laki-laki itu adalah
Muhammad Sang Rasul. Sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq, pascameninggalnya Nabi
Muhammad Saw. kemudian bertanya kepada putrinya ‘Aisyah. Sang ayah berujar,
“Hai putriku, tolong sampaikan kepadaku sunnah Rasul yang belum pernah aku
lakukan.” Sang anak pun menjawab, “Semua sunnah baginda Rasulullah Saw. telah
engkau lakukan ya Ayah. Namun hanya satu yang belum pernah engkau lakukan.”
Sang ayah pun terperanjat kaget. “Apa itu wahai anakku,” tanyanya. Aisyah pun
menjawab, “Ayah belum pernah menyuapi perempuan tua buta di pojok pasar
Madinah.”
Sebagai sahabat terpilih, Abu Bakar kemudian bergegas menuju
pojok pasar Madinah. Kemudian dia menyuapi sang nenek. Sang nenek pun berteriak
keras. “Hai siapa kamu? Kamu bukan pemuda yang setiap hari menyuapiku,”
serunya. “Ke mana pemuda baik yang telah menyuapiku dengan kelembutan itu?”
Tanya sang nenek.
Abu Bakar pun menjawab, “Wahai nenek, mengapa engkau tahu
kalau aku bukan orang yang menyuapimu setiap hari?” “Caramu menyuapiku beda,
pemuda yang biasa menyuapiku sabar dan roti yang aku makan langsung masuk ke
dalam mulut dan perutku. Aku tidak mengalami kesulitan saat makan,” jawabnya.
“Ketahuilah nenek, bahwa orang yang setiap hari menyuapimu
telah meninggal dunia. Dia adalah Muhammad Saw.,” sambung Abu Bakar. Seketika
tangis pecah dari mata buta sang nenek. Dia pun berujar, “orang yang selama ini
selalu aku caci maki, dengan perkataan yang kotor, ternyata adalah orang yang
setiap hari berbuat baik kepadaku.” Setelah itu, sang nenek bersyadahat di
depan Abu Bakar ash-Shiddiq.
Rahmat bagi Semua
Cerita di atas menunjukkan betapa akhlak Rasulullah sangat
mulia. Rasul Sang Uswatun Hasanah memberikan teladan luar biasa kepada
ummatnya. Yaitu bagaimana berhubungan dengan orang lain, termasuk non-Muslim.
Rasul tanpa ragu memberikan makanan terbaik bagi seorang
Yahudi. Memberikan makan kepada seorang Yahudi yang setiap hari mencaci-makinya
dilakukan dengan penuh kasih sayang. Rasul tidak marah saat dia diserang secara
pribadi. Bahkan, Rasul dengan kesabarannya membantu mengunyah roti, sehingga
sang nenek tidak kesulitan dalam menelan.
Rasul, dari kisah di atas telah mempraktikkan hidup damai,
bersahabat, dan saling membantu/tolong-menolong dalam kebaikan kepada siapa
saja. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Maidah (5: 2):
“Dan saling tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan
kebajikan dan takwa, dan jangan saling tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan
permusuhan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat
siksaan-Nya.”
Tolong-menolong yang dipraktikkan Rasulullah telah melampaui
tradisi keagamaan yang sempit. Rasul melakukan tolong-menolong kepada siapa
saja tanpa memandang agama. Bahkan dengan cara itu, Rasul mendatangkan hidayah
kepada orang lain. Terbukti, sang nenek kemudian bersyadahat dihadapan Abu
Bakar.
Perilaku baik yang dipraktikkan oleh Rasul mendatangkan
rahmat kepada siapa saja. Rasul dengan keteguhan dan ketulusan jiwa
menggajarkan arti toleransi yang sesungguhnya. Toleransi yang tidak hanya manis
di bibir, namun kering dalam praktik keseharian.
Toleransi hari ini sering kali hanya mudah diucapkan, namun,
dalam keseharian sulit diwujudkan. Toleransi semu itu hanya akan menimbulkan
masalah di kemudian hari. Perlu dibangun komitmen toleransi sejati. Yaitu
dengan membantu tanpa harus melihat atau memandang agama yang dianut.
Memberikan pertolongan kepada sesama makhluk hidup menjadi perilaku agung dalam kehidupan. Praktik hidup yang baik yang telah dilakukan oleh Rasulullah selayaknya memberikan gambaran dan teladan kepada kita, umatnya. Hal ini sebagaimana janji kita dalam syahadat, bahwa Rasulullah Muhammad Saw. adalah Rasul terpilih. Kita telah bersaksi bahwa Muhammad Saw. adalah manusia mulia dengan kemuliaan Allah di sisinya. Setiap tindakannya selalu menjadi panduan dalam bertindak di dunia ini.
Barangsiapa mengikuti Rasul, maka Allah akan menurunkan
rahmat dan mengampuni dosa-dosa. Sebagaimana Firman Allah:
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka
ikutilah (sunnah/petunjuk) ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni
dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran, 3: 31).
Sudah sangat jelas, bahwa Rasul telah memberikan teladan
(praktik baik/best practices) dalam membangun hubungan baik dengan siapa saja,
termasuk di dalamnya kepada pemeluk selain Islam. Rasul Muhammad yang selalu
dipandu oleh wahyu dalam hidupnya saja melakukan hubungan baik dengan siapa
saja. Termasuk kepada seorang Yahudi yang selalu menghardiknya. Beliau tidak
marah sedikit pun, bahkan Rasulullah selalu datang dan memberikan hal terbaik
bagi seorang Yahudi itu.
Tak heran jika Anas RA berkata, “Sungguh, Rasulullah Saw. benar-benar
manusia dengan akhlak paling mulia (HR Bukhari-Muslim).
Praktik hidup Rasulullah selayaknya menjadi panduan hidup
bagi kita yang mengaku umatnya. Semoga dengan itu, kita benar menjadi bagian
dari umat Rasulullah yang mendapatkan syafaat (pertolongan) baik di dunia dan
di akhirat kelak.
Pada akhirnya, mari meneladani Rasulullah saw dengan segala
keterbatasan yang kita miliki. Meneladani beliau berarti mendekatkan diri kita
pada kehidupan utama, sebuah tata hidup yang penuh pemaafaan, penghormatan, dan
pengakuan terhadap hak-hak hidup.
Walllahu a’lam
Oleh: Benni Setiawan
Buletin Jumat Al-Wasathiyah Edisi 2 (12/2/2021) MAARIF Institute dan P3M
0 Komentar