Revisi UU MD3 yang Baru Disahkan Dengan Mudah Dapat Kriminalisasi Warga, LBH GP Ansor Akan Ajukan Uji Materi ke Mahkamah Konstitusi
ARRAHMAH.CO.ID - Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Pemuda Ansor (LBH GP Ansor) secara tegas menolak aturan yang mengkriminalisasi warga negara. Untuk itu LBH GP Ansor akan membawa Revisi UU MD3 yang baru disahkan itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Demikian disampaikan Ketua LBH GP Ansor Abdul Qodir di Jakarta, Rabu (14/2) siang.
LBH GP Ansor, kata Qodir, bertekad untuk memperjuangkan hak dasar warga negara yang terancam oleh Revisi UU MD3. Pihak LBH GP Ansor akan mempersiapkan pengajuan permohonan pengujian undang-undang Revisi MD3 ini ke MK.
“LBH GP Ansor juga siap membela warga negara yang menjadi korban kriminalisasi Revisi UU MD3 dalam memperjuangkan keadilan,” kata Qodir.
Sebagaimana telah diketahui, DPR telah mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) yang diketok oleh ketua sidang, Fadli Zon.
Di dalamnya diatur mengenai tugas Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang salah satunya adalah mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Menurut Qodir, Revisi UU MD3 jelas telah membuka peluang kriminalisasi oleh parlemen terhadap rakyat Indonesia yang diwakilinya.
“Dalam pandangan kami setiap warga negara berhak untuk memberikan kritiknya atas kinerja anggota dan lembaga DPR RI,” kata Ketua LBH GP Ansor Abdul Qodir di Jakarta, Rabu (14/2) siang.
Eskpresi dari masing-masing warga negara yang berbeda-beda retorikanya, terkait latar belakang pendidikan, tingkat ekonomi, dan sebagainya, tidak boleh dipandang sebagai bentuk “penistaan” terhadap anggota dan lembaga DPR RI, apalagi harus dijerat dengan hukum.
Selengkapnya berikut 5 poin sikap GP Ansor atas pengesahan UU MD3:
Pertama LBH GP Ansor tegas menolak aturan yang mengkriminalisasi warga negara. Setiap warga negara berhak untuk memberikan kritiknya atas kinerja anggota dan lembaga DPR. Eskpresi dari masing-masing warga negara yang berbeda-beda retorikanya, terkait latar belakang pendidikan, tingkat ekonomi, dan sebagainya, tidak boleh dipandang sebagai bentuk "penistaan" terhadap anggota dan lembaga DPR, apalagi harus dijerat dengan hukum.
Kedua, LBH GP Ansor berpandangan bahwa revisi UU MD3 justru perlu secara eksplisit mengatur tugas MKD untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap anggota DPR yang terbukti merendahkan martabat lembaganya. MKD setidaknya menyarankan Anggota DPR yang terbukti melanggar Kode Etik untuk mundur demi menjaga marwah dewan.
Ketiga, LBH GP Ansor meminta dengan hormat kepada Presiden agar tidak menyetujui/tidak menandatangani Revisi UU MD3. Meskipun suatu Rancangan Undang-Undang (RUU) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 hari sejak disetujui bersama maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan, namun sikap politik Presiden untuk tidak menandatangani Revisi UU MD3 akan menjadi bukti keberpihakannya kepada rakyat.
Poin empat, LBH GP Ansor bertekad untuk memperjuangkan hak dasar warga negara yang terancam oleh Revisi UU MD3 dengan mempersiapkan pengajuan permohonan pengujian UU ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kelima, LBH GP Ansor siap membela warga negara yang menjadi korban kriminalisasi Revisi UU MD3 dalam memperjuangkan keadilan. Demikian pokok-pokok sikap dan pandangan ini kami sampaikan.
Editor: Muhammad Iqbal
Sumber: (NUOnline/Sindo)
0 Komentar