Dilema Pilkada dan Isu Korupsi
ARRAHMAH.CO.ID -
Oleh:
Anwari
Memasuki
agenda politik tahun 2018 merupakan pesta demokrasi masyarakat. Pelaksanaan
pilkada 171 daerah (17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten), di Jawa Timur
seluruh rakyat di 38 kabupaten dan kota akan mengikuti pemilihan gubernur dan
wakil gubernur. Bahkan dari 38 daerah, 18 daerah lainnya gelaran pemilihan
kepala daerah (pilkada).
Tahapan
pendaftaran pasangan calon (paslon) pada 8-10 Januari 2018. Penetapan paslon
pada 12 Februari. Masa kampanye dimulai 15 Februari-23 Juni 2018 dan masa
tenang 24-26 Juni. Pemungutan suara pada 27 Juni 2018.
Jawa
Timur menjadi provinsi kedua setelah Jawa Barat dengan jumlah penduduk yang
mempunyai hak memilih mencapai 30 juta lebih. Pemilihan kepala daerah mulai
tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan melahirkan pemimpin baru atau petahana
akan melanjutkan kepemimpinannya.
Pilkada
Jawa Timur menjadi salah satu daerah rawan versi Polri diantaranya; pengaruh
keagamaan, penyebaran hoax, netralitas penyelenggara, money politics, dan
potensi mobilisasi penduduk. Selain potensi kerawanan tersebut yang perlu kita
lihat adalah isu korupsi, apakah masih menjadi prioritas oleh para calon kepala
daerah.
Provinsi
Jawa Timur selama tahun 2017 adalah salah satu provinsi yang angka korupsinya
tinggi. Ada 3 kepala daerah di Jatim yang terlibat kasus korupsi. Operasi
tangkap tangan (OTT) oleh KPK di Jawa Timur melibatkan eksekutif, legislative
dan yudikatif. Hal ini menunjukkan bahwa para koruptor di Jawa timur masih
merajalela.
Perhelatan
pilkada akan memasuki tahapan krusial di tahun 2018. Dari berbagai calon kepala
daerah ada yang sudah mendapatkan rekomendasi dari partai politik dan
melakukukan lobi-loby ke parpol.
Dari
sekian banyak kandidat yang akan bertarung di pilkada jatim mulai dari
gubernur, bupati hingga wali kota berbagai latar belakang, ada yang petahana
kepala daerah anggota DPR/DPRD dan lainnya.
Bagi
para calon yang sudah memastikan maju, isu perlawanan terhadap korupsi belum
terdengar secara massif di masyarakat Jawa Timur.
Dari
berbagai survei Para bakal calon kepala daerah (Gubernur, bupati dan wali kota)
tentunya sudah bisa kita lihat kandidat yang unggul versi lembaga survei,
walaupun sudah mempunyai populariras, elektabilitas dan akseptabilitas yang
tinggi, tetapi komitmennya terhadap pemberantasan korupsi juga harus kita lihat
sebagai tolak ukur dalam penentukan pilihan.
Untuk
bisa melihat track record para calon kepala daerah terhadap pemberantasan
korupsi, di antaranya, mulai dari peran dalam pembuatan atau keterlibatan dalam
penyusunan atau implementasi kebijakan tentang pemberantasan korupsi, serta
kepatuhan dalam melaporkan secara rutin menyerahkan laporan harta kekayaan
penyelenggara Negara (LHKPN) sesuai Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang
Komisi pemberantasan tindak Pidana Korupsi dan peraturan KPK no 7 tahun 2016
tentang tata cara pendaftaran, pengumuman dan pemeriksaan harta kekayaan
penyelenggara Negara. Pelaporan ini wajib dilakukan bagi calon kepala daerah
yang sudah menjadi pejabat Negara.
Untuk
itu, peran pemilih jadi penting untuk bisa menilai sosok kandidat di pilkada,
khususnya di Jawa Timur. Calon kepala daerah di Jawa Timur harus bisa
berkomitmen untuk menjadikan daerah nya sebagai wilayah bebas korupsi (WBK) dan
menjadikan pemerintahan dan birokrasi memiliki berbagai model variasi guna
menjawab berbagai persoalan, salah satu model yang bisa dipakai adalah flexible
government yaitu pemerintahan yang mampu merespon perkembangan baru yang
terjadi pada masyarakat.
Diperlukan
juga adanya pakta integritas antara calon kepala daerah dengan masyarakat yang
berisi komitmennya terhadap pemberantasan korupsi.
Semoga
perhelatan pilkada 2018 mampu melahirkan pemimpin yang bersih dari korupsi
serta berani melawan korupsi. (*)
Anwari,
Koordinator Departemen PB PMII 2017-2019
0 Komentar