Adab Menjaga Perasaan Orang Lain

Oleh: Ustadz Fahmi Ali NH

Kadang kita terlalu fokus mengagungkan Tuhan, namun lupa bahwa ada manusia di samping kita. Saya jadi ingat cerita Mbah Hamid Pasuruan, ketika beliau masih mondok, ada satu teman pondoknya yang tidak pernah membersihkan mulutnya, hingga bau mulutnya memenuhi masjid. Hingga tidak ada orang yang mau sholat, terutama sholat shubuh, di dekatnya. Bayangkan saja.

Teman tersebut sering disindir malah dimaki terang-terangan oleh orang-orang di depan mukanya, namun belum kapok. Itulah mengapa kita disunnahkan bersiwak atau menggosok gigi sebelum sholat, agar orang lain tidak terganggu oleh keberadaan kita.

Balik ke cerita, ternyata cuma Mbah Hamid muda yang seolah bersikap wajar bila di dekatnya.

Rupanya selidik punya selidik, Mbah Hamid ketika berada di dekatnya, beliau menahan nafas. Maka jadilah tiap shubuh beliau selalu menahan nafasnya dan menghirup udara lewat mulutnya. Itu dikarenakan Mbah Hamid punya sikap lebih baik mengalah daripada menyakiti perasaan temannya itu. Lebih baik beliau menahan nafas agar hatinya tidak memaki dan mulutnya tidak mengumpat. Mungkin sebab itulah, Mbah Hamid diangkat derajatnya di antara manusia.

Nah, saya diceritani guru saya kisah itu ketika sedang membahas cabang iman yang berupa menjaga perasaan orang lain dan menjaga aib/cacat orang lain. Ada dua tokoh yang saling bertentangan di sini, namun cerita ini dijalin oleh satu sindiran bahwa acapkali kita lupa menyenangkan hati manusia demi menyenangkan hal yang kita pikir itu menyenangkan Tuhan, tapi pada hakikatnya pikiran kita sedang menyenangkan diri sendiri di luar kenyataan sebenarnya.

(KBAswaja/KangAhmad)

0 Komentar